Jantungku berdegub kencang, jam 6 sore waktunya makan malam tapi suamiku belum pulang. Sehabis kelas jam 5 dia pamit mau main badminton dengan temannya. Sudah hampir jam 7 malam tapi belum terdengar langkah kakinya dari dalam rumah.
Kekuatiranku terjawab, tidak lama bel di depan rumah berbunyi .... aku buka pintu tetapi bukan suamiku. Tiga orang teman suamiku (dua orang wanita dan satu pria) datang membawa berita "Herry kena raket di mata, sekarang sedang di urus untuk dibawa ke rumah sakit," menyadari wajahku yang kaget serta cemas kemudian mereka menenangkanku "Don't cry please ... he will be OK".
Mungkin kurang dari satu jam aku menunggu, suamiku pulang sambil menutup matanya yang bengkak dengan handuk kecil serta beberapa buah es batu. Darahnya masih mengalir sedikit disekitar mata. Matanya merah dan ada bengkak disekitar kelopak mata serta hidungnya.
Akupun bertanya "Kok bisa ???" Mereka bermain dilapangan terbuka dengan penerangan seadanya, sementara malam sudah mulai tiba. Dengan sedikit memaksa mereka hendak menyelesaikan set terakhir. Mereka bermain ganda, "permainan begitu seru" ujarnya. Ketika suttlekok tiba dilapangan suamiku, dia dan temannya sudah siaga hendak mengembalikan bola. Dengan pukulan yang sangat keras puuuum....bukan suttlekoknya yang kena muka suamiku jadi sasarannya. Tragis..... raket teman suamiku sampai bengkok parah. Darah mulai keluar dari wajah dan hidungnya. Orang-orang disekitarnya mulai berhamburan berusaha untuk menolongnya. Kemudian teman yang memukulnya bersedia membawanya untuk periksa kerumah sakit.
Hufft....aku senang yang kucemaskan tidak terjadi, mungkin sekitar 5-6 hari matanya sudah cerah kembali, hanya ada bekas luka yang akan terus melekat diwajahnya.
Setelah sembuh suamiku masih sering pamit mau main lagi dan akupun tidak pernah melarangnya untuk pergi.
"Kesediaan menanggung segala resiko adalah bagian dari kesenangan itu sendiri"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar